Perspektif Komunikasi Generasi X vs Generasi Y Dalam Lingkungan Organisasi



Disusun Oleh  : WIRAWAN JAYA, AGUS YUDI HARSONO, ABDUL WADU’UD, NUR SALIM

ABSTRACT                                  
Stereotypes about Millennials, born between 1979 and 1994, depict them as self-centered, unmotivated, disrespectful, and disloyal, contributing to widespread concern about how communication with Millennials will affect organizations and how they will develop relationships with other organizational members. We review these purported characteristics, as well as Millennials’ more positive qualities—they work well in teams, are motivated to have an impact on their organizations, favor open and frequent communication with their supervisors, and are at ease with communication technologies. We discuss Millennials’ communicated values and expectations and their potential effect on coworkers, as well as how workplace interaction may change Millennials.
Keywords Communication _ Millennial generation _
Workplace communication _ Intergenerational
communication _ Organizational communication

ABSTRAK
Stereotip tentang milenium, lahir antara 1979 dan 1994, menggambarkan mereka sebagai pribadi  egois, tidak termotivasi, tidak sopan, dan tidak setia, berkontribusi banyak terhadap kekhawatiran tentang bagaimana komunikasi dengan milenium akan mempengaruhi organisasi dan bagaimana mereka akan mengembangkan hubungan dengan anggota organisasi lainnya. Kami meninjau  pengakuan atas karakteristik ini, sebagaimana halnya kualitas positif yang merupakan kelebihan dari milenium - bekerja dengan baik dalam tim, termotivasi memiliki dampak pada organisasi mereka, mendukung, terbuka dan sering komunikasi dengan atasan mereka, dan yang nyaman dengan teknologi komunikasi. Kami membahas Milenium nilai-nilai dan harapan dikomunikasikan dan efek potensial mereka terhadap rekan kerja, serta bagaimana interaksi tempat kerja dapat merubah milenium.
Kata Kunci Komunikasi- Generasi millennium- Komunikasi di tempat kerja-  komunikasi antargenerasi-  Komunikasi organisasi.


PERSPEKTIF KOMUNIKASI GENERASI X VS GENERASI Y
DALAM LINGKUNGAN ORGANISASI

LATAR BELAKANG
Di antara banyak fungsi komunikasi dalam organisasi dan kelompok kerja, termasuk berbagi informasi, pembuatan keputusan, pengaruh, koordinasi, motivasi, dan identifikasi.  Interaksi komunikatif di tempat kerja berfungsi untuk menciptakan dan memelihara hubungan kerja antara tim dan anggota organisasi, dan di antara para anggota dan stakeholder organisasi. Secara khusus, komunikasi yang mengungkapkan nilai-nilai bersama dan mencerminkan komitmen umum untuk tujuan organisasi memungkinkan rekan kerja untuk membentuk dan mempertahankan hubungan yang produktif dalam organisasi. Komunikasi juga dapat memiliki efek langsung dan tidak langsung pada tim dan kinerja organisasi. Selain itu, interaksi dan hubungan di tempat kerja dipengaruhi oleh berbagai perbedaan individu dalam komunikasi, dan ini telah ditemukan untuk mempengaruhi kepuasan dan produktivitas rekan kerja. Dalam konteks tersebut maka dalam makalah ini akan dibahas bagaimana komunikasi yang terjadi dalam organisasi yang memiliki 2 (dua) karakter generasi pekerja yang memiliki perbedaan yang signifikan, hambatan yang muncul akibat perbedaan dan cara penanganannya.
DIALOG TEORI
Generasi milenium yang oleh sebagian orang disebut Generation      NextNet Generation, atau Echo Boomers ,  Flower Generation atau generasi Y berkisar pada usia belasan hingga 30 tahun. Sementara generasi sebelumnya (generasi X), berkisar pada usia 30 tahun ke atas. Kekhasan yang dimiliki masing-masing generasi tersebut nyatanya menjadi sumber ketegangan di antara keduanya. Seperti dua kutub magnet yang saling berlawanan, kedua generasi itu memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Masalahnya sekarang adalah apakah masing-masing generasi mau menerima kelebihan & kekurangan itu satu sama lain? Mungkin teori bisa berkata seharusnya “bisa”. Tapi fakta di lapangan mengatakan lain. Terkadang muncul sikap prejudice antara generasi lama dan generasi milenium.
Generasi milenium berpendapat generasi lama atau sebelumnya adalah orang-orang yang tidak bisa diajak berkompromi dan berkreasi. Sedangkan generasi konvensional berpendapat bahwa generasi milenium adalah generasi pembangkang dan tidak tahu tata krama.
Untuk menggambarkan hubungan kedua generasi ini, Judee Burgoon, menyatakan bahwa “orang memiliki harapan mengenai perilaku non verbal orang lain”.  Ketika generasi milenium berkomunikasi dan bertindak sesuai dengan latar belakang mereka dan nilai-nilai, penilaian orang lain ' dari mereka mungkin mencerminkan pelanggaran harapan. Menurut teori pelanggaran harapan, individu dinilai berdasarkan pada keyakinan dan norma-norma kontekstual tentang perilaku yang sesuai dalam kondisi tertentu. Ketika anggota melanggar orang lain; harapan perilaku yang tepat, atribusi lain dan tanggapan terhadap anggota yang terpengaruh.  Perilaku yang diuji negatif karena mereka melanggar harapan menyebabkan pelanggar akan dinilai lebih negatif daripada jika dia telah memenuhi harapan standar (Burgoon 1993).
Pelanggaran harapan yang dirasakan oleh generasi X tumbuh akibat adanya ikatan sosial antara sesama pekerja lama / incumbent yang merasa bahwa organisasi itu seharusnya diisi oleh orang yang memiliki identitas dan karakter yang sama dengan mereka. Asumsi ini merupakan dasar dari teori Identitas sosial, milik Tajfel dan Turner, yang menyatakan bahwa identitas seseorang dibentuk oleh kelompok mana ia bergabung. Tajfel dan Turner mengamati bahwa orang berjuang untuk mempertahankan identitas sosial yang dianggap positif, dan ketika muncul identitas sosial yang berlawanan akan muncul penolakan dari anggota dalam kelompok tersebut.
Generasi Milenium atau generasi Y  dapat mengurangi penolakan yang muncul dari generasi X dalam lingkungan kerja, ketika mereka merespon komunikasi dengan generasi X dengan cara yang sama yang dianggap ideal menurut identitas kelompok incumbent. Untuk mengatasi kesenjangan komunikasi antara dua kelompok generasi ini, Howard Giles, pencetus teori Akomodasi Komunikasi menyatakan bahwa “komunikasi yang efektif akan terjadi jika pihak yang terlibat berusaha untuk menyesuaikan, memodifikasi, atau mengatur perilaku dalam merespon orang lain”.
Ketiga teori inilah yang membingkai bagaimana interaksi komunikasi antara generasi X vs generasi Y dalam suatu organisasi, hambatan, serta cara mengatasinya.

PEMBAHASAN
Stereotip antara satu generasi terhadap generasi lainnya dikhawatirkan dapat menghambat proses interaksi dan integrasi generasi. Terutama dalam hubungan sosial, maka akan terlihat jelas bagaimana dampak dari prasangka satu sama lain itu. Contoh, dalam suatu perusahaan seringkali dijumpai pegawai yang berasal dari freshgraduate mengalami miss komunikasi sehingga membuatnya menjadi merasa terasing dari lingkungan sosial kerjanya, padahal ia merupakan orang yang kreatif.
Sebuah generasi menggambarkan keadaan atau situasi, dimana setiap individu mempunyai pengalaman hidup yang dilalui, dapat menggambarkan siapa diri kita dan bagaimana kita melihat dunia dari kacamata sendiri. Dimana dalam setiap generasi mempunyai kepercayaan, nilai, budaya, perspektif, kegemaran, apa yang tidak digemari, dan kemahiran/kemampuan terhadap kehidupan dan pekerjaan yang berbeda. Perbedaan inilah yang dapat memunculkan dampak yang positif jika dapat dikelola secara tepat, akan tetapi sebaliknya akan memunculkan permasalahan yang akan berdampak pada penurunan kinerja para pegawai karena tidak terjalinnya kerjasama antara generasi.
Berikut ini disajikan beberapa perbedaan pandangan dari generasi X dan Y.
1. Perbedaan Generasi X dan Generasi Y
Generasi X dikatakan mereka yang lahir antara 1960 hingga 1980 dan generasi Y antara 1981 hingga 1995.  Sebelum generasi dari 1946-1960 digelar generasi ‘baby boomers” dan generasi Y di  sebut ‘the milleneals’. Dikatakan   baby boomers karena pada ketika itu angka kelahiran mencapai tahap paling tinggi.  Sedangkan generasi Y atau millennium adalah generasi yang tumbuh seiring dengan perkembangan komunikasi massa dan internet. Mereka yang dikatakan generasi  Y  ialah yang lahir pada 70-an atau sekitar tahun1980 hingga 1995. Generasi ini dikatakan cenderung tidak mempunyai kesabaran, keinginan  yang tinggi, serta cara berkomunikasi yang kurang baik  sesama mereka, namun harus diberi pujian karena sikap mereka yang mempunyai semangat yang tinggi dan luar biasa.

Tabel 1.  Karakteristik generasi X vs generasi Y
GENERASI X
GENERASI Y
Cakap dalam memimpin
Berkepribadian keras
Susah menerima perubahan
Kurang kreatif
Bertanggung jawab
Komitmen tinggi
Rasional
Dididik dengan keras, kaku,  cenderung foedal dan birokratis
Mengandalkan kolektifitas
Bersifat santai
Serba cepat
Kreatif
Kurang tanggung jawab
Komitmen kurang
Emosional
Dididik dalam sistem yang terbuka, luwes, santai, egaliter, modern

Perbedaan dalam ciri-ciri yang diungkapkan di atas memperjelas perlunya adanya pengelolaan yang secara khusus menghilangkan perbedaan tersebut. Dimisalkan saja dalam ciri pertama berkaitan dengan kepemimpinan generasi X memiliki kecakapan untuk mengatur dan mengelola anggota tim agar berjalan lancar, sebaliknya generasi Y lebih bertindak secara bersama-sama (bekerja secara tim) yang  biasanya sering memunculkan perselisihan dan kesalahan komunikasi. Bekerja secara tim memang bagus,akan tetapi jika tidak ada sosok seorang yang mampu memimpin dan memberikan perintah maka akan sulit terwujud koordinasi di setiap anggota dalam tim. Setiap generasi memang memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Semua hal yang berkaitan dengan generasi X tidak semua baik, begitu juga dengan generasi Y tidak semua cerminan yang buruk. Berikut diberikan sedikit gambaran yang menjadi keunggulan dan kelemahan kedua generasi tersebut berkaitan dengan peran mereka dalam pekerjaan di suatu organisasi.
Tabel 2.  Keunggulan dan kelemahan generasi X dan generasi Y
GENERASI X
GENERASI Y
Pada umumnya lebih berkonsentrasi dalam pekerjaan, tidak terlalu terganggu dengan aktivitas personal seperti mengakses facebook, chatting, merespon email pribadi ketika sedang dalam meeting

Pekerja yang masuk dalam klasifikasi ini lebih fokus terhadap pekerjaannya.

Ada istilah bahwa Gray hair  (rambut putih) biasanya lebih arif dan bijaksana dan punya pengalaman yang bisa bermanfaat bagi anggota tim yang lain. Anggapan di atas ada benarnya karena pengalaman sesungguhnya merupakan guru yang terbaik.

Teknologi baru pada umumnya hanya sedikit lebih kompleks dibandingkan teknologi yang sebelumnya.

Memiliki staf yang memahami dan menguasai teknologi yang tentu merupakan hal yang bermanfaat bagi tim dan memudahkan proses belajar

Mereka punya perspektif. Mereka telah hidup dan mengalami sejumlah problem yang besar, seperti resesi ekonomi,kegagalan dalam membackup data perusahaan, mengalami situasi ketika perusahaannya di akuisisi dll.







Pekerja yang relatif baru mungkin belum pernah diberitahukan tentang behavior dan sikap yang lazim dalam sebuah meeting. Maklum, teknologi dan budaya social networking merupakan sesuatu yang baru,yang dulunya belum pernah ada.

Mereka yang masih muda, yang baru memasuki dunia kerja biasanya belum berkeluarga, sehingga relatif lebih sedikit terganggu oleh urusan personal pada jam-jam kerja. Urusan personal biasanya tidak mendesak dan dapat mereka lakukan di saat
weekend 

Generasi yang relatif masih muda berkembang dengan teknologi dan tools yang baru. Kita tidak perlu susah payah membujuk mereka untuk memanfaatkan teknologi baru dan meninggalkan pola lama sebagaimana halnya resistensi yang biasa terjadi pada kalangan pekerja yang sudah berpengalaman. Generasi ini yang berkembang seiring dengan perkembangan teknologi dengan mudahnya dapat menjawab e-mail, berkomunikasi di komunitas social network. Berbeda dengan pekerja dari generasi sebelumnya yang harus beradaptasi dengan teknologi dan inovasi baru.

Pekerja yang masih muda dan relatif baru memiliki spirit kerja dan energi–Mereka merasa menguasai semua hal! Tentu saja mereka tidak menguasai hampir semua hal, namun mereka berpikir bahwa mereka tahu segalanya, sesuatu yang terkadang merupakan keuntungan yang besar

Proyek-proyek IT pada umumnya membutuhkan kerja keras yang bias membuat orang stress dan putus asa; butuh waktu lama sebelum dimulai, memeras energi untuk menjalankannya, dan tidak tahu kapan akan berakhirnya. Pekerja yang relatif masih muda sering terbawa rasa antusias yang menggebu-gebu dengan bekerja sepanjang akhir minggu untuk menyelesaikan tugasnya

Berdasarkan keunggulan dan kelemahan yang dipaparkan di atas, jelas terlihat keberagaman yang saling melengkapi antar generasi. Dalam sebuah organisasi seorang manajer harus mampu melihat kondisi ini sebagai suatu peluang dalam meningkatkan kinerja sumber daya manusia. Dimisalkan saja dalam menjalankan sistem pemasaran yang berbasis IT, keahlian yang dimiliki generasi Y pasti sangat berperan dalam mengelola secara optimal. Akan tetapi, pengalaman dan skill yang lebih dari generasi X dalam membuat strategi yang tepat dalam pemasaran juga sangat dibutuhkan. Melalui kerja sama tim yang baik, adanya kelemahan dan keunggulan antar generasi dalam suatu organisasi tidak akan begitu terlihat karena akan tertutupi oleh aktivitas saling membantu dan berbagi.
2. Hambatan Perbedaan Generasi X dan Generasi Y
Ketika memasuki organisasi Generasi Y akan dihadapkan kenyataan bahwa orang lain membalas hubungan dengan komitmen. Rekan baru ini mulai dimintai pendapat, anggota yang lama mendelegasikan tugas-tugas yang signifikan terhadap baru anggota, dan mengembangkan hubungan kerja yang bermakna dengan anggota baru. Penerimaan ini dapat menahan saat interaksi  dengan generasi Y yang dapat mempengaruhi negosiasi keanggotaan adalah bahwa pekerja yang lebih senior menganggap bahwa pendatang baru harus harus'' membayar iuran mereka'' seperti yang mereka lakukan ketika mereka adalah pekerja muda.  Karir memainkan peran penting dalam Kehidupan Generasi X (Boomers) dan merupakan komponen penting dari mereka identitas. Pekerja X digambarkan memiliki rutinitas pengorbankan atas nama perusahaan, bekerja 55 -  60 jam per  minggu, dan mereka sering menyarankan rekan kerja muda untuk bekerja keras, menunjukkan mereka dedikasi, dan dengan sabar menunggu giliran mereka untuk promosi. Namun, Generasi Y (milenium), mungkin tidak berbagi keyakinan yang sama dengan Generasi X  dan nilai-nilai; membangun karir bukanlah motivator utama bagi mereka. Studi empiris menunjukkan bahwa sepanjang karier mereka, banyak Pekerja X (Boomers) memiliki daya saing, dan berfokus pada pendakian jajaran organisasi. Mereka adalah workaholics asli yang, dewasa bahkan muda, memiliki sedikit gagasan keseimbangan kehidupan kerja. Sebaliknya, pekerja Y (milenium) kemungkinan untuk berkomunikasi minat dalam jalur karir yang fleksibel karena prioritas mereka adalah keseimbangan kerja-kehidupan. Meskipun beberapa menunjukkan bahwa perbedaan-perbedaan ini mungkin akibat dari tahap dalam hidup. Secara khusus, Pekerja X sering berada di posisi kepemimpinan, mungkin mempertanyakan komitmen dan dedikasi Pekerja Y untuk organisasi, mereka menolak pekerja Y dengan alasan sebagai pribadi egois atau malas. Hal ini berhubungan erat dengan terjadinya pelanggaran harapan dimana Generasi X yang menganggap bahwa anggota organisasi yang baru harus memeluk keyakinan yang sama seperti yang ada selama ini.
Menurut teori pelanggaran harapan, individu dinilai berdasarkan pada keyakinan dan norma-norma kontekstual tentang perilaku yang sesuai dalam kondisi tertentu. Ketika anggota melanggar orang lain; harapan perilaku yang tepat, atribusi lain dan tanggapan terhadap anggota yang terpengaruh.  Perilaku yang diuji negatif karena mereka melanggar harapan menyebabkan pelanggar akan dinilai lebih negatif daripada jika dia telah memenuhi harapan standar (Burgoon 1993).
Dalam konteks ilmu komunikasi yang menjadi kajian utama kita generasi Y berharap komunikasi terbuka dari supervisor mereka dan manajer, bahkan tentang hal-hal yang biasanya disediakan untuk karyawan yang lebih senior. Generasi Y (Milenium) berharap komunikasi dengan pengawas menjadi lebih sering, lebih positif, dan lebih meneguhkan daripada yang telah terjadi dengan karyawan generasi sebelumnya. Bahkan lebih memilih komunikasi pengawasan yang menerima dan mendorong daripada netral atau negatif yang terasa memberatkan bagi banyak senior dan anggota organisasi yang berpengalaman. Kebutuhan untuk penegasan ini berasal dari pengalaman generasi Y yang diterima dari orang tua, guru, dan pelatih sepanjang masa mereka. Masalah komunikasi yang penting kedua untuk Generasi Y (millennium) memasuki tempat kerja adalah keinginan mereka untuk komunikasi yang terbuka, dan lebih banyak  lagi, lebih daripada pendatang baru dari generasi sebelumnya, menurut beberapa studi empiris (Gursoy et al 2008;. Martin 2005; Remo 2006)., pekerja Y merasa perlu untuk dilibatkan dalam lingkaran informasi (George 2008). Meskipun preferensi tradisional pengawas untuk komunikasi dengan supervisor dan manajer lebih dari dengan bawahan, serta kecenderungan pengawas untuk menekankan tugas petunjuk dalam komunikasi ke bawah dengan bawahan, beberapa penelitian empiris menunjukkan bahwa supervisor saat ini terkejut dengan harapan generasi X (millennium) bebas berbagi informasi dengan supervisor, seperti rencana strategis sementara mereka sedang dirumuskan oleh manajemen yang lebih tinggi (George 2008). Harapan semacam ini mungkin terkait dengan generasi Y (millennium) juga tidak terintimidasi oleh individu yang lebih senior, baik dalam usia atau status. Literatur populer menunjukkan bahwa sebagai anak-anak, mereka didorong untuk berteman orang tua dan teman-teman orang tua mereka. Sebagai remaja, mereka menjadi nyaman mengekspresikan pikiran dan pendapat  dewasa mereka, mengharapkan kredibilitas meskipun usianya masih muda dan kurangnya pengalaman. Mereka juga telah didorong oleh orang tua mereka untuk menantang otoritas, dan untuk menegaskan diri mereka sendiri, meminta perlakuan istimewa ketika mereka percaya bahwa mereka bisa mendapatkannya (Howe dan Strauss 2007). Harapan pekerja Y (millennium) untuk sering, mendukung, dan komunikasi terbuka, serta kurangnya formalitas mengenai status, struktur, atau kesopanan, mungkin menyebabkan pekerja tingkat senior merasa tidak dihormati oleh pekerja muda yang mereka percaya belum mendapatkan pertimbangan ini. Pekerja X (Boomers) bahkan mungkin membenci pekerja Y (millennium) atas permintaan implisit dan eksplisit untuk komunikasi dan informasi. Apakah mereka tidak sepenuhnya memahami bahwa peningkatan komunikasi dan pengetahuan terkait dengan peningkatan tanggung jawab.
Interaksi selanjutnya mungkin mencerminkan tingkat ketidaknyamanan, tidak hormat, atau bahkan ketidakpercayaan. Ada kemungkinan bahwa pekerja generasi X tidak akan pernah benar-benar menerima rekan-rekan baru yang tidak berbagi etos kerja mereka. Generasi X merasa bahwa organisasi itu seharusnya diisi oleh orang yang memiliki identitas dan karakter yang sama dengan mereka. Asumsi ini merupakan dasar dari teori Identitas sosial, milik Tajfel dan Turner, yang menyatakan bahwa identitas seseorang dibentuk oleh kelompok mana ia bergabung. Tajfel dan Turner mengamati bahwa orang berjuang untuk mempertahankan identitas sosial yang dianggap positif, dan ketika muncul identitas sosial yang berlawanan akan muncul penolakan dari anggota dalam kelompok tersebut. Resistensi ini akan terus muncul dan menguat jika tidak mendapatkan perhatian dan penanganan yang baik dari manajemen organisasi. Setiap generasi cenderung mempertahankan identitas sosial masing-masing dan akhirnya mengalami fase kebuntuan relasi dan komunikasi yang berakibat lansung terhadap produktifitas organisasi.

3. Mengatasi Hambatan Perbedaan Generasi X dan Generasi Y
Kurangnya komunikasi informal organisasi berhubungan negatif dengan kepuasan anggota organisasi, dan rendahnya tingkat dukungan komunikatif dari supervisor khususnya terkait dengan omset pekerjaan. Tentu saja, pekerja Y (millennium) yang cerdik dan menyadari betapa rekan kerja mereka melihatnya dapat membuat upaya bersama untuk menunjukkan nilai mereka dan kesediaan untuk berkontribusi-sama seperti rekan kerja dalam tim berbasis organisasi berusaha untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma dan harapan tim. Pekerja Y (Milenium) mungkin tidak menempatkan banyak nilai pada pekerjaan yang mereka  memiliki, tetapi mereka mungkin menemukan diri mereka mengakomodasi tuntutan kerja dan berperilaku lebih seperti pekerja X (Boomers) setelah mereka menjadi berkomitmen untuk tujuan proyek-proyek tertentu.
Melihat beberapa kondisi yang telah disebutkan sebelumnya, masalah kesenjangan antara generasi lama dan generasi baru ini dapat diatasi dengan cara belajar. Artinya pekerja X belajar mengenai segala sesuatu tentang ilmu maupun budaya yang telah menciptakan generasi Y, dan generasi Y mau belajar untuk mengajarkan ilmu dan budaya kepada generasi sebelum mereka. Generasi X harus menghilangkan prasangka negatif tentang generasi Y, begitu pula sebaliknya. Kelebihan dan kekurangan yang dimiliki masing-masing generasi kiranya dapat menjadi acuan bagaimana menjalin komunikasi lintas generasi agar tercapai suatu integrasi generasi. Kegiatan saling belajar ini dilakukan dalam rangka mengupayakan kesenjangan generasi agar tidak makin lebar. Komunikasi integrasi generasi hanya dapat tercipta jika ketika generasi Y merespon komunikasi dengan generasi X dengan cara yang sama yang dianggap ideal. Untuk mengatasi kesenjangan komunikasi antara dua kelompok generasi ini, Howard Giles, pencetus teori Akomodasi Komunikasi menyatakan bahwa “komunikasi yang efektif akan terjadi jika pihak yang terlibat berusaha untuk menyesuaikan, memodifikasi, atau mengatur perilaku dalam merespon orang lain”. Oleh karenanya masing-masing generasi harus berupaya untuk menyesuaikan pola komunikasi yang mereka anggap ideal untuk mengatasi kesenjangan antara kedua kelompok generasi. Jika hal ini dapat terwujud maka generasi X dan Y akan saling melengkapi kekurangan masing-masing dan menumbuhkan perpaduan yang kuat dari dua generasi yang dapat meningkatkan produktifitas organisasi.

KESIMPULAN
Generasi Y (Milenium) memiliki karakteristik khas yang dapat membuatnya berinteraksi dengan mereka dengan generasi  sebelumnya yang berbeda, tapi setiap generasi memiliki kualitas unik yang mendukung stereotip mereka. Bahwa generasi X (Boomers) ambisius, workaholics yang mementingkan  rekan kerja yang berbagi nilai-nilai. Pekerja X skeptis yang ingin bekerja mandiri dan terkenal tidak suka pertemuan dan kerja kelompok.
Generasi Y menginginkan komunikasi yang bersifat lebih terbuka dan mendukung, mereka menginginkan menjadi bagian dari lingkaran informasi bahkan pada tataran strategis yang sedang dirancang oleh pihak manajemen. Hal inilah yang menjadi pelanggaran terhadap harapan generasi X, yang menginginkan pekerja baru (generasi Y) menganut nilai yang sama yang mereka usung. Generasi X menganggap tuntutan keterbukaan informasi merupakan pelanggaran atas identitas sosial mereka sebagai pekerja yang lebih senior.
Kesenjangan yang terjadi antara kedua generasi ini dapat diatasi dengan 2 (dua) pendekatan. Yang pertama kedua generasi perlu untuk belajar tentang alam, budaya dan konteks pemikiran  masing-masing. Yang kedua adalah kedua generasi harus berupaya untuk melakukan akomodasi komunikasi.
DAFTAR PUSTAKA
Burgoon, J. K. (1993). Interpersonal expectations, expectancy violations, and emotional communication. Journal of Language and Social Psychology, 12, 30–48.

Gursoy, D., Maier, T. A., & Chi, C. G. (2008). Generational differences: An examination of work values and generational gaps in the hospitality workforce. International Journal of Hospitality Management, 27, 458–488.

George, L. (2008). Dude, where’s my job? McLeans.Ca. Retrieved June 21, 2009,

Howe, N., & Strauss, W. (2007). Millennials go to college (2nd ed.).Great Falls, VA: LifeCourse Associates.

Karen K. Myers &  Kamyab Sadaghiani (2010). Millennials in the Workplace: A Communication Perspectiveon Millennials’ Organizational Relationships and performance. Jurnal  Bus Psychologi  25:225–238

Martin, C. A. (2005). From high maintenance to high productivity: What managers need to know about Generation Y. Industrialand Commercial Training, 37, 39–44.
Remo, N. (2006). The effects of the reciprocity norm and culture on normative commitment for generation Y. Unpublished masters thesis, University of Windsor, Windsor, ON, Canada.

West, Richad, & Turner, Lynn H (2006). Introducting communication  theory  1 : Anaslysis and application, Salemba Humanika, Jakarta.

West, Richad, & Turner, Lynn H (2006). Introducting communication  theory  2 : Anaslysis and application, Salemba Humanika, Jakarta.

Ditulis Oleh : Unknown ~ DosoGames

Muh.Akram Anda sedang membaca artikel berjudul Perspektif Komunikasi Generasi X vs Generasi Y Dalam Lingkungan Organisasi yang ditulis oleh Bhineka Komunikasi yang berisi tentang : Dan Maaf, Anda tidak diperbolehkan mengcopy paste artikel ini.

Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Bhineka Komunikasi

0 komentar:

Posting Komentar

Back to top